JAKARTA, iNews.id - Perilaku seksual yang berisiko dapat menyebabkan berbagai penyakit menular. Salah satunya, yakni genital warts atau dikenal sebagai kutil kelamin yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV).
Sering muncul tanpa keluhan, kutil kelamin ini kerap disepelekan. Padahal, bila tidak segera ditangani, genital warts bisa bertransformasi menjadi penyakit yang ganas, salah satunya kanker serviks bagi perempuan.
“Sekitar 50 persen dari kasusnya menunjukan, genital warts ini mampu bertransformasi menjadi penyakit yang ganas, salah satunya kanker serviks,” kata dr Amelia Soebyanto, SpDV, selaku Spesialis Kulit dan Kelamin Klinik Pramudia dalam webinar pada Rabu (15/6/2022).
Dia menjelaskan, tipe HPV yang paling sering mengakibatkan genital warts yakni tipe enam dan tipe sebelas yang berisiko rendah.
Insidensi genital warts akibat tipe tersebut sebanyak 90-95 persen kasus. Sementara itu, sebagian kecilnya disebabkan HPV jenis risiko tinggi seperti tipe 16, 18, 31, 33, dan sebagainya.
Tipe HPV yang menyebabkan genital warts memang tidak sama dengan tipe HPV yang menyebabkan kanker serviks.
Namun dalam beberapa kasus, ketika genital warts terjadi pada leher rahim atau di dalam vagina, hal ini dapat menyebabkan perubahan serviks atau displasia, yang pada akhirnya bisa berujung pada kanker serviks.
“Tipe HPV yang berisiko rendah pun jika tidak mendapat penanganan tepat, bisa membuat genital warts mengalami komplikasi dan juga berkembang menjadi kanker serviks,” ujarnya.
“Apalagi kalau ada riwayat, yang membuat risiko terkena kanker serviks semakin besar,” kata dr Amelia.
Oleh karena itu, penting untuk rutin memeriksa kondisi kesehatan kelamin ke dokter demi mencegah penyakit-penyakit menular seksual maupun penyakit ganas seperti kanker.
“Salah satu yang penting dilakukan adalah deteksi dini genita warts. Beberapa pemeriksaan penunjang di antaranya adalah test asam asetat, pap smear, patologi, pemeriksaan dengan alat pembesaran optik (kolposkop), dan identifikasi genom HPV,” tuturnya.
Namun, sambung dia, yang perlu sering dilakukan secara rutin yaitu pemeriksaan klinis, tes asam asetat dan pap smear.
“Diagnosis yang tepat merupakan langkah awal sebelum pemberian terapi,” ujarnya.
Editor : Miftahudin