JAKARTA, iNews.id - Organisasi Masyarakat (Ormas) Khilafatul Muslimin mendapat kartu merah dari kepolisian Polda Metro Jaya, melalui Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Endra Zulpan, Ormas ini dilarang melakukan aktivitas organisasi diwaliah Hukum Polda Metro Jaya.
"Iya. Tentukan dengan penyampaian Polda Metro kemarin kita sudah memerintahkan kepada jajaran untuk tidak ada lagi kegiatan kegiatan Khilafatul Muslimin di wilayah Polda Metro," kata Zulpan kepada wartawan, Rabu (22/6/2022).
Larangan tersebut, kata Zulpan, menyusul pengusutan kasus pelanggaran dalam kegiatan yang ditangani pihak kepolisian.
Zulpan mengatakan, semua kegiatan pengajaran maupun aktivitas lainnya yang berkaitan dengan Khilafatul Muslimin bakal dilarang. Terlebih, kata Zulpan, kegiatan pendidikan yang dilakukan ormas tersebut pun tak terdaftar secara resmi sebagai lembaga pendidikan pemerintah.
"Nah jadi tidak ada lagi. Karena apa yang mereka lakukan baik itu pondok pesantren maupun sekolah sekolah itu. Kemarin sudah dijawab dalam pertemuan bersama kita dengan Kemendikbudristek dan Kemenag, PBNU dan Muhammadiyah, bahwa sekolah itu tidak terdaftar," ucapnya.
"Tidak masuk kategori sekolah yang dikatakan oleh Kemendikbudristek. Itu tidak masuk. Nah itu yang Kita hentikan kegiatan belajarnya. Kemudian adanya juga penulisan kampung khilafah itu juga kita tiadakan. Sambil proses penyelidikan dan penyidikan berjalan terus," sambungnya.
Sebelumnya, kepolisian telah menangkap sejumlah tokoh organisasi tersebut. Orang yang pertama kali ditangkap adalah pemimpin tertinggi Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Hasan Baraja di Lampung, Selasa (7/6/2022). Lalu, empat orang berinisial AA, IN, F, dan SW ditangkap di Lampung, Medan, dan Bekasi.
Akibat perbuatannya, keempat anggota Khilafatul Muslimin ini sudah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka disangkakan dengan pasal 59 ayat 4 dan 82 ayat 1 UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Ormas. Kemudian pasal 14 ayat 1 dan 2, dan atau pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman penjara minimal lima tahun dan maksimal 20 tahun penjara.
Editor : Miftahudin