MALANG, iNews.id – Situs Srigading yang merupakan candi peninggalan Kerajaan Mataram Kuno era pemerintahan Mpu Sindok menyisakan misteri. Situs sejarah ini disebut warga sekitar kerap memancarkan sinar cahaya terang layaknya lampu, padahal tak ada aliran listrik di lokasi.
Penemu Situs Srigading Suryadi memaparkan, ia menemukan situs bersejarah peninggalan Mataram Kuno di tahun 1986. Kala itu ia sedang melakukan meditasi mengingat di sekitar lokasi memang kerap dikeramatkan oleh warga sekitar. Awal mulanya ia memang menemukan arca yang ada di gundukan tanah di sekitaran kebun tebu milik warga.
“Nepi di sini, dulu ada pohon besar di situ, besar tapi pendek masih ada, Arca-arca itu tapi lama-lama hilang, yang saya ingat itu yang tangannya banyak Durga, terus Nandi tapi kepalanya sudah nggak ada, terus yang jaga Dwarapala, yang saya tahu yoninya, lingganya ada hilang semua,” ucap Suryadi, warga Kelurahan Kalirejo, Kecamatan Lawang.
Benda – benda bersejarah di atas timbunan tanah saat itu tergeletak begitu saja dilihatnya. Maka tak heran bila arca, lingga, dan yoni yang tergeletak di bawah pohon besar di timbunan tanah ini dicuri orang.
“Tergeletak di atas itu campur yoni. Jadi berserakan di atas bukan di dalam,” katanya.
Usai menemukan Situs Srigading, ia langsung melaporkan ke Balai Pelestarian Peninggalan Budaya di Mojokerto. Ia kala itu diantarkan temannya yang juga penjaga Candi Singosari, Malang, untuk melaporkan temuan beberapa benda bersejarah, termasuk adanya dugaan bata yang menyerupai struktur bangunan candi.
“Ya (yakin ada bangunan candi) dari yoninya kelihatan, terus ada batu kotak - kotak dari batu andesit candi. Cuma pada saat itu mungkin banyak laporan dianggap di sini nggak seberapa besar, jadi nggak diperhatikan dari (balai pelestarian) purbakala,” terangnya.
Ia meyakini betul temuannya yang dilihat pada tahun 1986 merupakan bagian dari situs sejarah peninggalan nenek moyang, karena adanya kejadian mistis.
Pengakuan warga sekitar situs dan yang dialaminya sendiri memang ada cahaya misterius dari lokasi situs, yang ada di tengah perkebunan tebu warga. “Nggak sengaja memang sering ke tempat-tempat peninggalan leluhur. Terus ini kok candi, kebetulan ada teman di purbakala saya laporkan,” katanya.
“Untuk ritual - ritual nepi - nepi ada salah satu warga di situ. Kalau dilihat dari posisi atas sana, seperti ada lampunya pas terang,” tambah pria berusia 64 tahun ini.
Menurutnya, cahaya misterius itu keluar dari situs di malam – malam tertentu yang dianggap keramat oleh masyarakat. Cahaya misterius layaknya lampu itu biasanya muncul di atas jam 21.00 WIB malam, namun tak diketahui apakah setelah kemunculan cahaya itu ada peristiwa yang berkaitan dengan warga sekitar.
“Malam tertentu malam keramat, kayak malam Jumat legi, malam Sabtu Kliwon, ini baru ada rencana nanti malam membuktikan masih ada nggak. Jam 9 malam (munculnya cahaya), (lihat cahayanya) dari atas sana, dari kampung timurnya masjid itu,” bebernya.
Tetapi setiap kali cahaya itu muncul Suryadi menyebut tak ada ritual khusus yang dilakukan penduduk sekitar. Pasalnya warga pun sudah terbiasa dan dianggap cahaya itu tak mengganggu, sehingga terkesan biasa.
“(cahaya misterius terlihat) Ya dari jauh, kelihatan semua orang, nggak hanya oleh satu orang, tampaknya malam jam 9 malam. (ritual khusus setelah melihat cahaya) Nggak ada, sudah biasa nggak sesuatu yang heboh, jadi sering (terlihat),” paparnya.
Kini dengan mulai dilakukan ekskavasi atau penggalian di Situs Srigading yang diidentifikasi dari peninggalan Mpu Sindok Era Kerajaan Mataram, bangunan candi yang runtuh harapannya bisa dipugar dan direkonstruksi ulang untuk peninggalan sejarah.
“Harapannya dipugar semua, ini untuk anak cucu, kan ini sejarah, ini abadi kalau dipugar, akhirnya menjadi arsip budaya menunjukkan bahwa leluhur kita dulu sudah termahsyur, sudah pintar, sudah canggih. Karena ini diperkirakan abad 10, berarti seribu tahun lalu masih ada bekas – bekasnya dulu, kan berarti luar biasa,” pungkasnya.
Sebagai informasi Situs Srigading diidentikkan dengan peninggalan Kerajaan Mataram Kuno era Mpu Sindok. Dugaan kuatnya didasari pada isi Prasasti Linggasutan, yang ditemukan di Lowokjati, yang saat ini masuk dusun di Desa Baturetno, Kecamatan Singosari.
Pada prasasti itu disebutkan Rakryan Hujung yang menjadi penguasa daerah sekitar meminta kepada Mpu Sindok membebaskan pajak pembangunan bangunan suci pemujaan bathara di Walandit.
Prasasti Linggasutan sendiri berangka tahun 929 Masehi, yang kini disimpan di Museum Nasional Indonesia dengan invetaris nomor D103.
Editor : Miftahudin