Selanjutnya orasi budaya mengangkat tema "Wis, Aja Nangis Bae! Mengko Mbokan Ayune Ilang: Pitutur Literasi Waskita Kanggo Indonesia" (Sudah, Nggak Usah Menangis Barangkali cantiknya Hilang, Nasihat dari Rumah Literasi Waskita untuk Indonesia) oleh Atmo Tan Sidik, yang juga dikenal sebagai Budayawan Pantura.
Dalam orasinya Atmo Tan Sidik meyebut perlu adanya silaturahim antara ilmuwan kampus dengan ilmuwan kampung, karena keduanya punya kelebihan maing-masing yang jarang dimiliki orang lain.
"Seperti seoran lebe desa yang sudah punya pengalan kerja hingga 25 tahun, itu punya banyak pengalaman termasuk yang unik," ujar Atmo Tan Sidik.
Ia memberi contoh daging kerbo, sapi, dan kambing yang disembelih bisa tidak bau "prengus", itu ternyata juga ada ilmunya. Buruh tani di desa yang sudah puluhan
tahun bekerja juga punya pengalaman unik yang bisa diterapkan.
"Misalnya bagaimana memilih lokasi tanah yang jika dibuatkan sumur airnya bisa tidak asin dan layak untuk dikonsumsi," paparnya.
Mendengan uraian Atmo Tan Sidik yang juga mantan Kepala Desa/Kades Pakijangan, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes tersebut, Toto Carto mengaku ingin bersilaturahmi kepada siapa pun.
"Yang penting bisa bermanfaat untuk menyejahterakan umat, baik di bidang sosial, ekonomi, budaya, kesehatan dan lainnya," kata Toto Carto.
Editor : Miftahudin
Artikel Terkait