BREBES, iNews.id - Penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dari Kementerian Sosial yang kini berubah menjadi uang tunai, mulai dilaksanakan di Kabupaten Brebes sejak Rabu (23/2/2022). Namun tak seperti biasanya, para Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dipaksa untuk membeli sembako di Balai desa.
Diketahui, proses penyaluran BPNT di tahun 2022, Kemensos bekerja sama dengan PT Pos Indonesia. Pencairan tahap pertama di Brebes, di antaranya dilaksanakan Desa Cikeusal Lor, Cikeusal Kidul, dan Pamedaran, Kecamatan Ketanggungan.
Namun dalam proses pencairan bansos bagi tiga desa tersebut, Keluarga Penerima Manfaat (KPM) setelah menerima uang bantuannya, dipaksa membeli paket sembako yang telah disediakan suplaiyer di tempat bantuan dicairkan. Hal itu membuat para KPM resah, karena jika tidak membeli paket sembako tersebut mereka diancam dicoret.
Informasi yang dihimpun di lapangan menyebutkan, pencairan bantuan BPNT di tiga desa tersebut, dipusatkan di Balai Desa Cikeusal Kidul.
Setiap KPM menerima bantuan uang tunai sebesar Rp 600.000 untuk bulan Januari, Februari dan Maret. Total penerima BPNT dari tiga desa sebanyak 1.117 KPM.
Rinciannya, Desa Cikeusal Kidul sebanyak 298 KPM, Cikeusal Lor 435 KPM dan Pamedaran 384 KPM. Pemaksaan pembelian sembako usai pencarian BPNT itu, diduga dilakukan oleh oknum petugas.
Setiap KPM dipaksa membelanjakan uang bansosnya sebesar Rp 430.000, rinciannya membeli beras sebanyak 36 kilogram seharga Rp 396.000, dan telur sebanyak 1,5 kilogram seharga Rp 34.000.
Nominal itu sesuai catatan nota pembelian yang ditunjukan KPM. Tak hanya itu, KPM juga diwajibkan membuat surat pernyataan membeli sembako, dengan alasan sesuai instruksi dari Kemensos. Jika KPM tidak membeli, mereka akan diancam dicoret dari pemerima BPNT.
"Kami dipaksa beli beras dan telur dengan menandatangani surat pernyataan dan berita acara ini," kata seorang KPM yang enggan disebutkan identitasnya.
Setelah KPM melakukan proses pencairan bantuan, kemudian diarahkan membeli paket sembako. Sebelumnya KPM sudah dibagikan surat pernyataan wajib membeli paket sembako bersamaan undangan pencairan.
"Kalau tidak beli paket sembako ini, kami takut tidak akan menerima bantuan lagi. Sebab sebelumnya sudah ada isu yang beredar di masyarakat seperti itu," sambungnya.
Sementara Kepala Desa Cikeusal Lor, Irwan Sisandhi saat dikonfirmasi wartawan menjelaskan, penyaluran BPNT awalnya akan seperti biasa, dilakukan Bank Mandiri dengan ketentuan KPM menerima bantuan sembako.
Namun sehari sebelum penyaluran, Selasa (22/2), datang petugas Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Ketanggungan, dan menyampaikan penyaluran BPNT akan dilakukan PT Pos Indonesia.
Saat itu petugas TKSK hanya mengatakan nanti saat penyaluran akan ada pihak penyuplai barang di kantor balai desa."
"Saya juga menyayangkan kenapa tidak lewat agen warung seperti biasa, supaya tetap mengutamakan warung yang ada di desa. Ini malah mendatangkan suplayer dari luar," terangnya.
Kecurigaan adanya ketidakberesan dalam penyaluran, lanjut dia, muncul saat ada pengaturan penyaluran BPNT yang tak seperti biasanya.
Yaitu, penyaluran BPNT termin satu selama tiga bulan (Januari-Maret) dicairkan dengan dua mekanisme.
Untuk tiga bulan itu, KPM seharusnya menerima uang tunai Rp 600.000, tetapi oleh TKSK dicairkan dalam tunai dan bentuk sembako.
Rinciannya, Rp 400.000 untuk belanja sembako, dan Rp 200.000 dicairkan tunai.
Kami belum mendapatkan pemberitahuan dari dinas terkait pencairan diubah jadi tunai. Jadi saya pikir, kalau mau sembako ya semuanya dicairkan sembako. Kalau mau tunai ya semuanya dicairkan tunai," jelasnya.
Terkait ada paksaan pembelian paket sembako, Irwan menegaskan, pihaknya tidak mengetahui apa pun.
Justru pihaknya kaget munculnya surat pernyataan tanpa kop surat, tetapi terdapat stempel Dirjen Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial, atas nama dan tanda tangan Asep Sasa Purnama.
Para KPM diminta menandatangani surat pernyataan yang di antaranya tertulis jika tidak dibelanjakan kebutuhan pangan seperti yang diminta Kemensos, maka penyaluran BPNT berikutnya tidak akan mendapatkan lagi.
Tak hanya itu, dalam surat tersebut juga terselip ancaman jika tidak membelanjakan barang yang ditentukan, maka KPM harus bersedia dikeluarkan dari data penerima bantuan program sembako.
"Kalau surat pernyataan itu, kami tidak tahu sama sekali. Kami juga kaget tiba-tiba muncul surat paksaan seperti itu. Saya juga awalnya menentang mekanisme penyaluran seperti ini," tandasnya.
Editor : Miftahudin
Artikel Terkait