JAKARTA, iNews.id - Pekerja bisa membuat Jaminan Haru Tua (JHT) sendiri, yang dapat dicairkan tanpa perlu menunggu usia pensiun 56 tahun seperti diatur pemerintah. Caranya, dengan melakukan perencanaan keuangan dengan cermat dan membuat dana darurat.
Pernyataan itu, disampaikan Perencana Keuangan, Andy Nugroho, menanggapi aturan baru JHT yang memicu polemik. Pasalnya, aturan yang dikeluarkan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, mengatur JHT hanya dapat diklaim 100 persen saat peserta berusia 56 tahun.
Hal itu, dinilai merugikan pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau mengundurkan diri karena alasan tertentu sebelum usia 56 tahun. Pemerintah beralasan, aturan baru ini mengembalikan marwah JHT sesungguhnya, yang ditunjukkan untuk masa pensiun.
Jika pekerja terkena PHK, maka pemerintah akan melindunginya dengan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). "Nah menyikapi hal ini, langkah apa yang bisa dimulai, tentunya menyiapkan dana kebutuhan sehari-hari kita sebelum memasuki usia 56 tahun, itu yang disebut dengan dana darurat atau menabung," ujar Andy, kepada MNC Portal Indonesia, Minggu (20/2/2022).
Menurut dia, idealnya pekerja harusnya memiliki dana darurat dengan jumlah 3-6 kali lipat dari penghasilan bulanan mereka. Jadi rata-rata, pekerja bisa menyisihkan gaji 10% untuk dana darurat ini. "Misalnya gaji Rp5 juta, berarti tabungan atau dana darurat ini harus ada minimal Rp15 juta.
Tujuannya, misalnya kita pengen resign bikin bisnis, harus berhenti dari tempat kerja jadi uang ini bisa memenuhi kebutuhan minimal 3 bulan sambil menunggu pekerjaan lain atau bisnis berkembang," kata Andy. Nantinya, jika dana ini tidak digunakan pun bisa disimpan untuk menambah kebutuhan atau keperluan lain.
Andy juga menyarankan untuk menginvestasikan uang darurat ini. "Misalnya reksadana pendapatan tetap, atau campuran atau pasar saham, lalu logam mulia. Porsinya bisa 35% reksa dana, 35 persen logam mulia, selebihnya disimpan sebagai uang tunai," ungkap Andy.
Namun, Andy tidak menyarankan investasi dilakukan di instrumen yang tidak likuid, seperti properti, tanah dan lainnya. "Meskipun nilainya cukup menjanjikan untuk jangka panjang, tapi untuk dijual lagi itu butuh waktu yang cukup lama," tutur Andy.
Editor : Miftahudin