إِذَا جَامَعَ أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ فَلْيَصْدُقْهَا، ثُمَّ إِذَا قَضَى حَاجَتَهُ قَبْل أَنْ تَقْضِيَ حَاجَتَهَا فَلاَ يُعْجِلْهَا حَتَّى تَقْضِيَ حَاجَتَهَا
Bila salah seorang dari kalian melakukan jima' dengan istrinya, maka lakukan dengan sungguh-sungguh. Bila sudah terpuaskan hajatnya namun istrinya belum mendapatkannya, maka jangan tergesa-gesa (untuk mengakhirinya) kecuali setelah istrinya mendapatkannya juga. (HR. Ahmad).
6. Memakai Penutup
Sebagian ulama menganjurkan agar ketika suami istri sedang melakukan jima' untuk menggunakan penutup, dan tidak telanjang bulat. Namun tidak semua ulama sepakat akan larangan itu, lantaran dasar anjuran ini hanya didasari oleh hadits yang kurang kuat alias hadits dhaif, yaitu :
إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ فَلْيَسْتَتِرْ وَلاَ يَتَجَرَّدَا تَجَرُّدَ الْعَيْرَيْنِ
Bila salah seorang dari kalian mendatangi istrinya (melakukan jima') maka gunakan penutup dan janganlah kedua bertelanjang bulat. (HR. Ibnu Majah)
7. Tidak Banyak Bicara dan Tidak Berisik
Dianjurkan buat suami istri ketika melakukan jima' untuk tidak banyak bicara dan tidak melakukannya dengan berisik. Dimakruhkan apabila sampai suara mereka terdengar orang lain, kecuali bayi yang masih kecil dan belum mengerti apa-apa.
Meski pun keduanya tidak merasa risih, namun hal seperti itu tetap harus dihindari. Hal itu sebagaimana disebutkan oleh Asy-Syafi'i dan Al-Hanabilah.
Editor : Miftahudin