Eko menyebutkan, pinjaman para pemilik kapal relatif dari yang terkecil Rp 5 juta itu untuk kapal kecil, nelayan harian. Dan Rp 500 juta - Rp 1 Miliar ukuran kapal besar untuk sekali pemberangkatan. Biaya tersebut untuk perbekalan selama beberapa bulan melaut.
Kapal-kapal yang sudah mendarat di dermaga saat ini sudah tidak mampu berangkat kembali karena ikatan dengan kenaikan harga BBM. Biaya operasional yang dikeluarkan oleh pemilik kapal dengan hasil tangkapan tidak sebanding.
HNSI berharap pemerintah memberikan harga bersubsidi kepada nelayan agara bisa berangkat melaut. "Artinya diakui atau tidak nelayan itu menyumbang gizi Indonesia dan menekan angka stanting dari hasil produk nelayan. Kalau ini dibiarkan berlarut-larut saya yakin gizi dan stanting akan drop karena hasil tangkapan ikan akan berkurang," ujar Eko yang duduk di DPRD Kota Tegal.
Menurut catatan HNSI Kota Tegal, sekira ada 1.300 nelayan lebih. Kalau dirata-rata per kapal 20 ABK, maka berapa yang terdampak perekonomian dengan berhentinya kapal tidak melaut.
Editor : Miftahudin
Artikel Terkait