"Ada sebagian wilayah di Kabupaten Brebes yang saat ini berubah menjadi kawasan industri, dan juga eks-pabrik gula (PG) Banjaratma yang menjadi rest area di jalan Tol Pejagan-Pemalang," ujar Uswadin.
Meski demikian, Uswadin mengingatkan perubahan sebagian wilayah menjadi kawasan industri maupun tempat-tempat lain karena memang tuntutan perubahan, tidak otomatis menghilangkan Bahasa Ibu.
"Terutama para perantau di luar Kabupaten Brebes, untuk tidak melupakan Bahasa Ibu Brebesan. Termasuk mengenalkan dan mengajarkan pada anak-anak mereka yang saat ini menjadi generasi milenial," terang Uswadin.
Budayawan Atmo Tan Sidik, dalam berbagai kesempatan memprihatinkan punahnya bahasa lokalan bahkan di seluruh dunia. "Dalam satu minggu di dunia ini, satu bahasa Ibu punah," terang Atmo Tan Sikik.
Seorang tokoh nasional asal Desa Lengkong, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, Juri Ardiantoro, memandang ada kontradiksi dalam upayan mempertahankan Bahasa Ibu yang kerap dilakukan banyak pihak.
"Termasuk dalam acara peluncuran sekaligus bedah buku ini. Masing-masing kita juga membicarakannya bukan dengan Bahasa Ibu, hanya sekali-sekali saja," ujar Juri Ardianto, yang juga Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Bidang Informasi dan Komunikasi Politik tersebut.
Menurut Juri untuk mempertahankan Bahasa Ibu perlu ada langkah serius yang dilakukan masing-masing pemerintah daerah untuk membuat kurikulum tentang Bahasa Ibu di sekolah-sekolah.
"Jangan lupa bagi para perantau, untuk tidak mengajari atau mengenalkan anak-anak mereka menggunakan Bahas Ibu," jelas Juri Ardianto.
Hadir sebagai pembicara dalam bedah buku tersebut yakni Budayawan Pantura yang juga Maestro Seni Tradisi, Atmo Tan Sidik, Rektor Universitas Bhamada Slawi Maufur,dan moderator Dina Peneliti Bahasa Ngapak dari Universitas Indonesia (UI).
Editor : Miftahudin
Artikel Terkait