Saat ini, beberapa orang tetangga membantu memperbaiki atap rumah yang ambruk menggunakan plastik terpal. Sementara tembok rumahnya yang ambruk dibiarkan karena tak ada biaya untuk memperbaiki.
Puing-puing rumah tua yang ambruk disingkirkan dari sekitaran rumah. Sementara material keropos yang sekiranya masih bisa dimanfaatkan, dikumpulkan untuk suatu saat bisa memperbaiki. Sebagai supir mobil angkut di toko mebel, ia tak memiliki cukup uang memperbaiki rumah warisan orangtuanya.
"Kami terpaksa tidur di luar dengan alas tikar. Kami tidak berani tidur di dalam karena takut ambruk kena hujan. Jadi sudah empat hari ini kami tidur di teras," ungkap dia.
Akhmad Amin pun mengungkap kronologi ambruknya bangunan rumah warisan orangtuanya. Menurutnya, pada Sabtu malam 11 Juni lalu, terjadi hujan lebat. Keesokan harinya sekitar pukul 10.00 pagi, saat sang isteri hendak memasak. Namun tiba-tiba sang isteri mendengar adanya kayu atap akan roboh. Ia pun keluar untuk menyelamatkan diri.
"Saat itu isteri mau masak, tapi mendengar suara seperti ada yang mau roboh. Isteri akhirnya keluar menyelamatkan diri. Sejak saat itu kami memutuskan untu tidur di teras," tutur dia.
Akhmad Amin mengaku, kelurganya sudah mengajukan bantuan rumah tidak layak huni (RTLH) kepada pemerintah desa sejak setahun lalu. Namun hingga kini ia belum tercatat sebagai penerima bantuan RTLH, sampai akhirnya rumah yang dihuninya ambruk dan tak bisa ditinggali. Ia pun berharap ada pihak yang bisa membantunya.
"Sudah diajukan setahun lalu tapi belum terdaftar sebagai penerima bantuan sampai akhirnya rumah ambruk," ungkap dia.
Editor : Miftahudin