"Dampak perubahan ini sangat dirasakan petani. Karena produktifitasnya menurun drastis. Ini disebabkan oleh adanya OPT (hama) ganda. Kalau iklimnya normal, ketika musim panas maka OPT-nya adalah ulat atau serangga. Kalau musim hujan hama yang ada biasanya bakteri dan jamur. Tapi karena iklim tidak menentu ada panas ada hujan maka yang menyerang adalah dua duanya," beber Yulia.
Ketika dua jenis hama ini menyerang, lanjut Yulia, maka yang terjadi adalah membengkaknya biaya yang dikeluarkan petani untuk memberantas hama tersebut. Mereka harus membeli pestisida dalam jumlah besar untuk menangani hama ganda itu.
"Semakin banyak OPT atau hama maka biaya pengendalian yang dikeluarkan makin tambah. Biasanya cuma satu jenis, kini harus menangani dua," Yulia menerangkan.
Dampak lain dari ketidak-pastian iklim ini adalah turunnya produktifitas pertanian. Dia msncontohkan, beberapa waktu lalu, harga bawang dan cabai sangat tinggi karena memang produksinya sangat rendah.
Jika biasanya produksi bawang merah untuk bulan Juni - Juli tahun tahun sebelumnya bisa mencapai 11 - 12 ton per hektar, maka pada periode sekarang hanya 7 ton per hektar. Sementara untuk cabai, saat ini hanya bisa mencapai 7 ton tiap hektar, padahal sebelumnya bisa lebih dari 7 ton.
Selain hama, dampak perubahan iklim yang ditakuti petani adalah adanya banjir pada musim kemarau. Pada 16 Juli kemarin, kata Yulia, tanaman bawang di daerah Kecamatan Wanasari tergenang banjir. Sehingga banyak tanaman yang gagal panen.
Editor : Miftahudin