Dari kejadian itu, Prabowo menyebutkan ada pelajaran yang harus dipetik. Pertama, letnan tersebut melanggar kaidah-kaidah yang diajarkan di TNI. Sebagai seorang prajurit TNI, seharusnya dia membela kepentingan rakyat.
"TNI adalah tentara rakyat. Masa TNI mengambil anak kepala suku dan memperlakukannya sebagai 'gundik', dan diketahui oleh seluruh suku tersebut," katanya. Tragedi berdarah itu dipastikan karena suku asal si perempuan yang dijadikan sebagai gundik merasa sakit hati dan dendam.
Termasuk juga perempuan yang dijadikan gundiknya. Sikap arogan sang perwira kemudian mengakibatkan bencana bagi anak buahnya. "Rasa sakit hati, rasa dendam pasti yang terjadi. Sikap arogan yang disebut 'adidang, adigung, adiguna' ini justru yang mengakibatkan bencana bagi anak buahnya," katanya.
Terungkap pula, selama operasi dan membawa anak kepala suku bersamanya, perwira itu tidak melakukan pengamanan untuk mengantisipasi kejadian yang tak diinginkan. Si anak kepala suku bebas masuk keluar camp.
"Pasti anak kepala suku itu dapat menceritakan pada orang tuanya di mana letak pertahanan-pertahanan pasukan. Jalan masuk paling baik lewat mana. Jam berapa yang paling lengah, dan sebagainya," kata Prabowo.
Menurut Prabowo, perbuatan pemimpin pasukan di daerah operasi TNI itu contoh kekeliruan leadership lapangan yang sangat fatal, yang membawa akibat sangat fatal. Prabowo pun berpesan kepada siapa saja yang ingin menjadi pemimpin lapangan yang baik belajar dari kejadian tersebut.
Itu salah satu contoh pemimpin yang tidak benar, pribadi-pribadi yang tidak benar sebagaoi pemimpin. Dia juga menyebutkan contoh lainnya, para perwira dan komandan-komandan yang tidak perlu dicontoh. "Saudara-saudara, terutama mereka-mereka yang ingin menjadi pemimpin lapangan yang baik, saya ceritakan cerita-cerita ini bukan untuk menjelekkan orang.
Saya menceritakan ini untuk memberitahu kepada saudara-saudara sekalian agar saudara-saudara hindari dan tidak melakukan hal-hal seperti ini," katanya.
Editor : Miftahudin