Perbedaan Hamengku Buwono, Paku Alam, Paku Buwono, dan Mangkunegara
Gelar Hamengku Buwono berasal dari kata “hamengku” (memelihara atau memayungi) dan “buwono” (dunia atau alam). Secara harfiah berarti “pemelihara dunia”.
Didirikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I setelah Perjanjian Giyanti, Kesultanan Yogyakarta menjadi simbol perlawanan terhadap dominasi kolonial sekaligus pusat kebudayaan Jawa.
Kini, gelar tersebut masih digunakan oleh raja Yogyakarta, yaitu Sri Sultan Hamengku Buwono X, yang juga menjabat sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kekuasaan Sultan diakui secara konstitusional dalam sistem pemerintahan Indonesia, menjadikan Yogyakarta sebagai daerah istimewa dengan tata kelola unik.
Berbeda dari Kesultanan, Kadipaten Pakualaman lahir pada tahun 1813, di masa kekuasaan Inggris di Jawa. Ketika itu, Thomas Stamford Raffles memberikan legitimasi kepada Pangeran Notokusumo (saudara Sultan HB II) untuk memimpin wilayah tersendiri sebagai Paku Alam I.
Arti nama “Paku Alam” adalah “peneguh tatanan dunia”, sepadan dengan makna filosofis “penjaga keseimbangan”.
Meskipun berstatus kadipaten, Pakualaman memiliki wilayah dan struktur pemerintahan sendiri di bawah Kesultanan Yogyakarta.
Saat ini, Sri Paduka Paku Alam X menjabat sebagai Wakil Gubernur DIY, sesuai sistem pemerintahan istimewa yang telah diatur dalam Undang-Undang.
Editor : Rebecca