Kemudian dia kembali mengembara hingga sampai di lereng Gunung Slamet sebelah utara dan dia menetap di daerah tersebut .
Dia orang pertama yang membuka lahan perkampungan di tempat itu sampai banyak orang berdatangan ke daerah itu untuk berguru kepada Raden Aryo Wiryo dan akhirnya menetap di daerah tersebut.
Oleh karenanya Raden Aryo Wiryo memeberi nama tempat itu Kampung Keputihan , (daerah yang masih asli tak terjamah peradaban agama selain Islam). Suatu saat datanglah pengembara dari Pesantren Gunungjati yang merupakan santri Syech Syarif Hidayatulloh atau Sunan Gunungjati bernama Kyai Elang Sutajaya bermaksud menyebarkan agama Islam.
Kemudian Raden Aryo Wiryo dan pengikutnya berkenan mendalami ajaran agama Islam untuk lebih memantapkan keimanan para pengikutnya.
Pada saat itu kampung keputihan sedang dilanda wabah pageblug seperti banyak tanah longsor dan penyakit gatal-gatal (gudigen, bahasa setempat)sehingga Kyai Elang Sutajaya mengajak Raden Aryo Wiryo dan warganya untuk berdoa kepada Alllah SWT.
Doa tersebut melalui ritual yang sekarang dikenal sebagai ruwat bumi dengan menyembelih kambing Kendit dan menyajikan hasil bumi seperti Pala Pendem dan sayur mayur yang akan disedekahkan kepada fakir miskin.
Acara ritual tersebut terjadi pada bulan Asyuro atau bulan Mukharom dan turun temurun sampai sekarang. Pada saat berdoa dengan tasyakuran Tahlilan dan Manaqib kala itu, Kanjeng Sunan Gunungjati berkenan hadir secara ghoib dan memberikan sebuah guci sakti.
Dimana guci sakti tersebut sudah diisi dengan do’a Kanjeng Sunan agar penduduk Kampung Keputihan yang terjangkit wabah gatal segera meminum air guci tersebut dan pojok-pojok Kampung Keputihan agar dipercikkan air guci tersebut untuk menghilangkan kerusakan akibat bencana alam.
Sehingga pada saat Radenn Aryo Wiryo berkeliling bersama Kyai Elang Sutajaya dia menemukan sumber mata air panas dibawah sebuah Gua yang sekarang terkenal dengan nama Pancuran 13.
Editor : Miftahudin
Artikel Terkait