JAKARTA, iNewsTegal.id - Heboh dana bagi hasil, ini fakta kekayaan yang dimiliki Kepulauan Meranti. Bupati Meranti Muhammad Adil mempertanyakan Dana Bagi Hasil (DBH) Migas dan anggaran Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Heboh Kabupaten Kepulauan Meranti dengan Kementerian Keuangan terkait Dana Bagi Hasil (DBH). Bupati Meranti Muhammad Adil pun menyebut pegawai Kemenkeu iblis dan setan, Aidil mempertanyakan hal itu di depan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Adil menjelaskan, pada 2022, Meranti menerima DBH sebesar Rp114 miliar dengan hitungan harga minyak USD60 per barel. Kemudian dalam pembahasan APBD 2023 sesuai pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi), harga minyak dunia naik menjadi USD100 per barel.
"Ditargetkan produksi mencapai 9.000 barel per hari, dan ini kenaikan yang cukup signifikan," tuturnya.
Tak cuma mempertanyakan DBH, dirinya menyebut Kemenkeu diisi oleh iblis dan setan. Dia juga mengancam akan bergabung ke Malaysia.
Lantas fakta apa saja terkait kekayaan yang dimiliki Kepulauan Meranti?. Dikutip dari Okezone.com, Senin (12/12/2022) berikut fakta kekayaan yang dimiliki Kepulauan Meranti, yang membuat heboh terkati dana bagi hasil.
Fakta kekayaan yang dimiliki Kepulauan Meranti:
1. Sektor Migas
Kepulauan Meranti memiliki potensi sumber daya alam, baik sektor Migas maupun Non Migas, di sektor Migas berupa minyak bumi dan gas alam, yang terdapat di daerah kawasan pulau Padang. Di kawasan ini, telah beroperasi PT Kondur Petroleum SA di daerah Kurau desa Lukit (Kecamatan Merbau), yang mampu produksi 8.500 barel/hari.
Selain minyak bumi, juga ada gas bumi sebesar 12 MMSCFD (juta kubik kaki per hari) yang direncanakan penggunaannya dimulai 2011–2020.
2. Sektor Non Migas
Di sektor Non Migas kabupaten Kepulauan Meranti memiliki potensi beberapa jenis perkebunan seperti sagu(Metroxylon sp) dengan produksi 440.309 ton/tahun(2006), kelapa: 50.594,4 ton/tahun, karet: 17.470 ton/tahun, pinang: 1.720,4 ton/tahun, kopi: 1.685,25 ton/tahun.
Hingga kini potensi perkebunan hanya diperdagangkan dalam bentuk bahan baku keluar daerah Riau dan belum dimaksimalkan menjadi industri hilir, sehingga belum membawa nilai tambah yang mendampak luas bagi kesejahteraan masyarakat lokal.
Editor : Miftahudin