Sopiah menyicil tabungannya dengan emas dua gram itu sejak memiliki anak pertama. Dia mengaku tidak mampu menabung di bank sebab tidak bisa membubuhkan tanda tangan untuk membuka tabungan dengan baik. "Dari tabungan emas dua gram itu baru bisa dijual menjadi biaya haji di tahun 2004. Emas saya dimasukkan ke kantong kresek dan dibungkus sapu tangan kemudian dijual ke toko emas Sakura di Pasar Pagi, Rawamangun," kata Sopiah.
Dengan hasil menjual emas tabungannya, Sopiah dan Waridjun dapat berangkat haji bersama pada 2007. Kendati demikian, Sopiah menjelaskan cita-citanya ingin naik haji sejak kecil karena pesan mendiang neneknya. "Dulu saya dipesankan oleh nenek saya untuk membaca surat Al-Ikhlas 2000 kali selepas shalat maghrib. Saya disuruh menghitung bacaannya dengan daun tiap sepuluh kali, jadi 10 daun itu seratus lah kiranya," ujarnya.
Amalan membaca Al-Ikhlas ini dipesankan mendiang neneknya untuk mengetahui arah Padang Mahsyar (hari pertimbangan amal perbuatan). Namun Sopiah mengaku amalan itu juga diniatkan untuk mewujudkan ibadah ke tanah suci. "Meski ekonomi kami itu pendapatannya seperti puasa senin-kamis, selang seling dan jatuh bangun tapi Alhamdulillah kami bersyukur bisa ibadah haji meski dengan kondisi ekonomi pas-pasan," ucap Sopiah.
Sedangkan Waridjun menambahkan, dirinya hanya mengamalkan potongan surat Al-Hajj ayat 27 karena pesan seorang Kiai yang ditemuinya di Masjid tempat dia bertugas sebagai marbot.
"Saya dulu dipesankan oleh salah seorang Kiai untuk mengamalkan bacaan surat Al-Hajj ayat 27. Katanya kalau ingin buru-buru berangkat haji, amalin ayat tersebut tiap selesai shalat, Wa azzin fin naasi bil Hajji yaatuuka rijaalanw wa 'alaa kulli daamiriny yaatiina min kulli fajjin 'amiiq," katanya dengan lancar menlafalkan ayat tersebut.
Terkait keberangkatan hajinya di tahun 2007, Waridjun dan Sopiah sempat dianggap menggunakan uang kas Masjid lantaran keaktifannya mengurus masjid. Namun kedua pasangan suami istri itu kompak tidak menggubris desas-desus tidak baik kepada mereka.
"Kami bahkan sempat dicurigai berangkat haji karena menggunakan uang kas masjid, tetapi buat apa menanggapi gosip yang tidak baik tersebut. Kami sudah tua saat itu, hanya menghabiskan energi saja. Toh palingan bisa jawab Innalillahi waa inna ilaihi roji'un," ujar Sopiah.
Sembari momong cucu kembar laki-lakinya, Sopiah pun menuturkan kejujuran dalam kehidupan menjadi hal yang penting. Pasangan kakek-nenek dengan 10 cucu tersebut kini bersyukur dapat menjalankan kehidupannya meski dengan banyak keterbatasan.
"Kejujuran itu penting, karena kepercayaan orang itu mahal. Meski kadang sudah jujur, kita pun masih dicurigai sama orang lain. Tapi itu pesan saya untuk anak-anak dan cucu saya," ujarnya.
Sopiah menjelaskan cerita orang di sekitar lingkungannya untuk tidak dipikirkan. Desas-desus itu terus didengungkan antar warga hingga ke keluarganya. "Meski sampai omongannya, saya dan bapak yang penting saat itu fokus untuk berangkat haji saja. Biarkan saja, istighfar banyak-banyak. Itu mungkin salah satu ujian dari Allah SWT juga," ujarnya.
Editor : Miftahudin
Artikel Terkait